ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Kataa-santri - Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam- keluarga
dan para sahabatnya.
Suami memiliki kewajiban nafkah kepada istri dan
anak-anaknya. Ia juga berkewajiban menafkahi orang tuanya jika keduanya miskin;
tidak punya harta dan pekerjaan yang mencukupi kebutuhannya.
"Suami Baca INI..!!! Nafkah Ke Orang Tua Atau Istri,
Mana yang Harus Di Dahulukan ? Ini Jawabannya !"
Ibnul Mundzir berkata: "Para ulama sepakat, menafkahi
kedua orang tua yang miskin yang tidak punya pekerjaan dan tidak punya harta
merupakan kewajiban yang ada dalam harta anak, baik kedua orang tua itu muslim
atau kafir, baik anak itu laki-laki atau perempuan."
Beliau mendasarkannya kepada firman Allah Ta'ala,
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
"Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik."
(QS. Luqman: 15) di antaranya melalui nafkah dan pemberian yang membuat mereka
senang.
Jika ia mampu menafkahi semuanya secara keseluruhan maka ia
wajib melakukannya. Jika tidak mampu –karena hartanya sedikit atau
penghasilannya tidak mencukupi- maka ia wajib mendahulukan nafkah istri dan
anak-anaknya atas selain mereka.
Memang benar tidak ditemukan keterangan dalam Al-Qur'an
agar mendahulukan istri atas lainnya dalam urusan nafkah. Namun, kita temukan
dalam Sunnah Nabawiyah petunjuknya.
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Mulailah bershadaqah
dengannya untuk dirimu sendiri. Jika masih ada sisanya, maka untuk keluargamu.
Jika masih ada sisanya, maka untuk kerabatmu. Dan jika masih ada sisanya, maka
untuk orang-orang di sekitarmu.” (HR. Muslim)
ي هُرَيْرَةَ قَالَ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِالصَّدَقَةِ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ عِنْدِي دِينَارٌ فَقَالَ
تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى وَلَدِكَ
قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى زَوْجَتِكَ أَوْ قَالَ زَوْجِكَ قَالَ
عِنْدِي آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى خَادِمِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْتَ
أَبْصَرُ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata: Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallammemerintahkan bersedekah. Lalu ada seseorang
yang berkata, “Wahai Rasulullah, aku
punyadinar.” Beliau bersabda, “Sedekahkanlah untuk dirimu.” Ia berkata, “Aku masih
punya yang lain.” Beliau bersabda, “Sedekahkanlah untuk istrimu.” Ia berkata,
“Aku masih punya yang lain.”
Beliau bersabda, “Sedekahkanlah untuk orang tuamu.” Ia
berkata, “Aku masih punya yang lain.” Beliau bersabda, “Sedekahkanlah untuk
pembantumu.” Ia berkata, “Aku masih punya yang lain.” Beliau bersabda, “Kamu
lebih tahu”.” (HR. Abu Dawud dan Al-Nasai, ini lafadz Abu Dawud. Dihassankan
Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 895)
Al-Muhallab berkata, “Nafkah kepada keluarga adalah wajib
berdasarkan ijma’. Sesungguhnya Syari’ (Allah) menyebutnya sedekah karena takut
mereka menduga bahwa menunaikan kewajiban ini tidak ada pahala di dalamnya.
Padahal mereka telah tahu, ada pahala dalam sedekah. Lalu Allah memberitahu
mereka bahwa nafkah itu menjadi sedekah mereka sehingga mereka tidak
mengeluarkannya kepada selain keluarganya kecuali setelah mencukupkan kebutuhan
mereka. Ini sebagai dorongan untuk mereka agar memberikan sedekah yang wajib
sebelum sedekah sunnah.” (Dinukil dari Fathul Baari: 9/623)
Al-Khathabi berkata, “Urutan ini, apabila kamu perhatikan
niscaya kamu tahu bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mendahulukan yang utama, lalu baru yang
paling lebih dekat (hubungannya).” Kemudian beliau memberikan urutannya: diri
sendiri, anak, istri, orang tua, pembantu, lalu orang lain. (Aunul Ma’bud:
5/76)
Imam Nawawi berkata: apabila ada beberapa orang yang sangat
membutuhkan uluran tangan dari orang yang wajib dinafkahi oleh seseorang, maka
ia lihat; jika cukup hartanya atau penghasilannya untuk menafkahi mereka semua
maka ia wajib menafkahi mereka semuanya yang dekat maupun yang jauh. Jika tidak
tersisa setelah kebutuhan pribadinya kecuali untuk satu orang, ia utamakan
nafkah istrinya atas kerabat-kerabatnya. . . karena kewajiban menafkahinya
lebih ditekankan. Sebab, menafkahi istri terus berlaku baginya sepanjang masa
dan dalam kondisi pailit.” (Raudhah al-Thalibin: 9/93)
Al-Mardawi dalam al-inshaf (9/392), menyebutkan pendapat
yang shahih dari madhab Hambali kewajiban menafkahi kedua orang tua apabila
masih ada kelebihan untuk dirinya dan istrinya.
Al-Syaukani berkata: Sesungguhnya telah tegak ijma’ atas
wajibnya menafkahi istri, lalu apabila masih ada sisa maka diberikan kepada
kerabat dekatnya.” (Nailul Authar: 6/381)
Ringkasnya, tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama
untuk mendahulukan istri dalam nafkah atas orang tua. Maka bagi seorang suami
(kepala keluarga) agar mencukupkan nafkah kepada istri dan anak-anaknya dengan
baik. Jika masih ada kelebihan, maka wajib atasnya untuk memberikan nafkah
untuk kedua orang tuanya. Wallahu Ta’ala A’lam.
Semoga Bermanfaat ..
Baca Juga
Sumber : voa-islam.com
0 Response to "Wahai Lelaki Tahukan Kamu..!!! Nafkah Ke Orang Tua Atau Istri? Ini Jawabannya ! Jangan Sampai Salah dan Menambah Dosa. Pahami Ini!!"
Posting Komentar